Connect with us

Berita Arsip

Eng ing eng, Ini Tanggapan STS Tentang Hukuman Mati …

Published

on

[jakarta-engingengnews] Eksekusi hukuman mati terhadap beberapa terpidana sudah dilakukan di Lapas Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016), pukul 00.45 WIB. Mereka adalah Freddy Budiman (WNI), Seck Osmane (WNA/Senegal), Michael Titus Igweh (WNA/Nigeria) dan Humphrey Ejike (WNA/Nigeria). Keempat terpidana mati dieksekusi Jumatvdini hari tadi diwarnai dengan hujan besar di lokasi tersebut. Merespons tindakan Pemerintah atas eskekusi mati ini, Sugeng Teguh Santoso, S.H., selaku Ketua YSK menyampaikan sikap, sebagai berikut ;
Bahwa pelaksanaan hukuman mati bertentangan dengan hukum HAM nasional dan internasional sebagaimana sudah dijelaskan secara menyeluruh di dalam Deklarasi Universal HAM. “Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi kedalam UU No 12 Tahun 2005 dan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM,” ujar Sekretaris Jendral Perhimpunan Advokat Indonesia LMPP ini.
Pria yang akrab disapa STS ini kembali menegaskan, dalam konsepsi HAM terdapat HAM yang tidak dapat dikurangi atau dibatasi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable rights) yang terdiri dari; hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak dan hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum. Dalam hal ini hak untuk hidup adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi/dibatasi dalam keadaan apapun.
Ditambahkannya, bahwa Negara memiliki tiga Kewajiban Negara terhadap HAM trias of state obligation. “Kewajiban ini memberikan makna bahwa Negara harus menghormati yang berarti mengharuskan negara untuk menghindari tindakan-tindakan atau intervensi negara terhadap HAM khususnya dalam kebebasan sipil,” ungkapnya.
Kewajiban berikutnya menurut Ketua Yayasan Satu Keadilan ini adalah, melindungi yang berarti Mengharuskan negara mengambil kewajiban positifnya untuk menghindari pelanggaran HAM. Kemudian memenuhi yang berarti mengharuskan Negara mengambil langkah-langkah efektif (admisnitrasi, yudisial dan non-yudisial) untuk pemenuhan atas HAM, tandasnya.
Mendasarkan pada hal tersebut, YSK mendorong kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk segera melakukan moratorium hukuman mati demi menjamin hak untuk hidup bahwa kejahatan dan pelanggaran apapun tidak bisa dijadikan dasar bagi Pemerintah untuk mengambil hak atas hidup warga negara. Sejauh ini sudah 140 negara yang menghapuskan hukuman mati dalam hukum dan praktik karena bertentangan dengan HAM. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah kami mendorong penegakan hukum terhadap berbagai kejahatan pidana serius oleh para penegak hukum dilakukan secara professional.
Negara Indonesia sebagaimana UUD Tahun 1945 adalah negara hukum sehingga peran penegak hukum yang professional menjadi syarat utama dalam meminimalisir dan memberantas kejahatan pidana serius seperti narkoba dan kejahatan lainnya bukan dengan hukuman mati. Presiden harus buktikan reformasi mental penegak hukum sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita sehingga public bisa mendapatkan keadilan bukan justru mendapatkan duka cita.
Ditambahkan Sugeng, Yayasan Satu Keadilan (YSK) sebagai sebuah organsiasi masyarakat sipil yang fokus terhadap persoalan penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) & Demokrasi menyayangkan tindakan Pemerintah Republik Indonesia yang telah mengeksekusi 4 (empat) terpidana mati hari ini. (boy/001)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Login dulu untuk mengirim komen Login

kasih komen

Trending

Berita Online paling Hade, Aktual dan Terpercaya.
Redaksi Perumahan Bogor Park Blok D 12 Pamoyanan Kota Bogor
Inquiry: bogorhdnews@gmail.com WA: 0818486109
Copyright © 2022 BogorHDNews.com. Theme by genbu.