Berita Arsip
Konsolidasi “Rumah Bersama” Menuju Advokat Sebagai Penegak Hukum Yang Officum Nobile
Bogor – Pengarahan Ketua Umum DPN Peradi, Dr. Luhut M.P Pangaribuan, SH.LL.M pada Pembukaan Rakernas Peradi di Cisarua, Bogor, tanggal 24 September 2016
1. Pengantar
Rakernas kali ini merupakan kesempatan untuk “menyamakan persepsi” dan sekaligus “menyusun kegiatan” atas berbagai issue : apakah itu dalam hubungannya dengan bagaimanakah peranan Organisasi Advokat (“OA”) sebagai “Rumah Bersama” dan tantangan profesi Advokat itu sendiri sebagai Nobile Officium dalam masyarakat dewasa ini dan ke arah manakah perkembangan OA itu nantinya sesuai fenomena dan dinamika yang berkembang setelah KMA tentang penyumpahan advokat. Sekalipun pelaksanaan Rakernas ini dengan “keterbatasan” namun kiranya produktivitas dan kebersamaan sebagaimana sebuah “rumah” diharapkan selain tinggi juga hangat. Bagaimana-pun OA dan profesi advokat dewasa ini menghadapi permasalahan yang serius, yang sudah nyata, konkrit dan mendasar. Apabila kita tidak respons berbagai issue yang ada itu sejak dini, sekecil apapun itu, maka profesi ini nantinya bisa sungguh-sungguh akan tergelincir jadi profesi “abal-abal” yang tidak dicintai dalam masyarakat.
Di luar sana ada sebutan systher, ticket fixer lawyer, dst sebagai julukan negatif pada advokat. Karena itu marilah kita berdiskusi, berembug dan kemudian berbuat melalui program-program konkrit yang bisa dilaksanakan nantinya, artinya tidak muluk-muluk untuk mencegah hal-hal negatif itu terjadi dan agar tujuan advokat sungguh-sungguh juga sebagai penegak hukum sebagaimana dinyatakan UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat dapat terwujud.
2. Apa Tantangan Hukum dan Profesi Advokat Dewasa Ini
Banyak issue hukum yang berkembang yang terjadi dalam masyarakat namun OA dan advokat masih rendah partisipasinya kalau tidak mau disebut “absen”. Bahkan ada dugaan baik OA maupun advokat secara individual “sibuk dengan dirinya sendiri”. Bila hal ini benar, maka keadaan ini berbahaya karena advokat dengan begitu telah mengisolasi dirinya dari masyarakat yang seharusnya dilayani. Lebih jauh lagi keadaan ini akan bisa menghanyutkan bila karena faktor hedonisme. Artinya profesi advokat menempatkan diri dalam “comfort zone” yang tidak mampu lagi melihat secara murni kepentingan masyarakat, masalah-masalah aktual dalam konteks warganegara, bangsa dan negara dalam konstitusi, masalah penegakan hukum yang seharusnya bebas dari KKN yang seharusnya dilayani dengan keahliannya sebagai advokat sebagaimana dinyatakan dalam AD OA. Bila OA tidak memperhatikan masalah ini dalam kegiatannya maka “lonceng kematian” profesi advokat yang mulia akan berdering. Penegakan hukum akan tetap kelabu. Selain itu, pada saat yang sama diskursus single bar versus multi-bar juga berlangsung tetapi kesan saya diskursus itu hanya sebatas retorika. Karena itu diskursus inipun harus dibahas secara ilmiah, terbuka dan demokratis.
Hal ini tidak bisa dielakkan karena kenyataannya rencana perubahan UU Advokat setidaknya sudah terdaftar dalam prolegnas. Sejauh ini, belum pernah ada suatu working paper dan atau position paper tentang hal ini. Sementara “supra struktur” masih jalan dengan pemikirannya sendiri sebagaimana diindikasikan Surat KMA tentang penyumpahan calon advokat dan sikap Kemenhukam tentang pengesahan akta perubahan AD PERADI.
Secara historis di Indonesia “supra struktur” memang pernah ikut serta mengatasi permasalahan OA. Lahirnya IKADIN sebagai wadah tunggal pada tahun 1985 adalah karena keterlibatan ketua MA Ali Said ketika itu. Lahirnya IKADIN didahului deklarasi para tokoh di rumah dinas ketua MA itu dan kemudian diikuti dengan Munas bersama OA yang ada beberapa pada waktu itu seperti Peradin, dan beberapa OA lain yang “diakui” pemerintah. Padahal sebelumnya OA hanya satu (tunggal) yaitu PERADIN yang berjasa ketika membela tokoh-tokoh yang diajukan ke Mahmilub pasca perubahan dari Orde lama ke Orde Baru. Akan tetapi sebagai wadah tunggal IKADIN hanya bertahan sampai dengan tahun 1989, yakni sampai pada Munas pertamanya yang kemudian melahirkan AAI dan diikuti beberapa OA lainnya HAPI, SPI AKHI, HKHPM, dst. Kemudian dengan undang-undang, OA disatukan lagi yaitu PERADI pada tahun 2003 dengan diundangkannya UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat. Namun pada Munas di Makassar pada tahun 2015 ternyata terulang lagi “perpecahan” OA itu. Kenyataannya ada 3 pimpinan Peradi dewasa ini. Dan pada saat yang sama di luar Peradi beberapa OA juga didirikan seperti KAI. Mereka juga “exist” karena diterima oleh pengadilan untuk melakukan pengangkatan dan penyumpahan advokat serta kemudian berpraktek. Jadi permasalahan umum OA sekarang ini secara rill bukan hanya terbatas internal Peradi saja tetapi juga di luarnya yang tidak lagi dapat di-exclude apabila OA itu sebagai rumah bersama. Konkritnya, penyelesaian masalah internal Peradi saja belum merupakan keseluruhan masalah OA.
Bagaimanakah sikap kita kelak atas hal ini bila pertanyaan diajukan pada kita kiranya perlu dibicarakan, terbatas atau menyeluruh. Terbatas artinya hanya “internal” Peradi dan menyeluruh artinya dengan OA yang ada di luar Peradi. Sebagai tambahan, penyelesaian masalah OA jangan juga pernah mendegradasi persyaratan menjadi advokat menurut undang-undang.
Dalam UU Advokat diatur bahwa bagaimana “susunan” OA itu harus ditetapkan “oleh para advokat” (vide ps 28 UU Advokat). Jadi seharusnya memang bukan oleh pengurus saja.
Dalam ketentuannya tidak disinggung tentang perwakilan atau cara lain sekalipun akan ditetapkan dan atau dijabarkan dalam AD dan ART. Kenyataannya bagaimana susunan OA yang bisa menampung dan mengorganisasikan aspirasi dan kebutuhan advokat yang sudah bertambah banyak dan tersebar ini perlu didiskusikan secara intensif. Dan dalam kaitan ini pemanfaatan TI sebagaimana telah kita gunakan sebagai pelopor tidak bisa dihindari. Selain itu, pada saat yang sama bagaimana menghindari struktur OA yang tidak potensial koruptif juga hal yang perlu dipertimbangkan juga. Adalah dalil umum, absolute power will corrupt absolutely.
Semua issue ini kenyataannya memang belum pernah dibicarakan secara tuntas, termasuk yang mengemuka sekarang ini apakah susunan OA itu harus single bar atau multi bar. Single bar itu secara konseptual apakah bermakna kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif artinya apakah seperti pengalaman Orde Baru harus tunggal, tidak boleh ada yang lain.
Pembicaraan tentang single bar atau multi bar cenderung mensimplikasi bahkan tersesat terhadap pilihan satu atau beberapa OA tanpa merinci apakah terhadap wadahnya semata atau terhadap “standar profesi”. Dalam berbagai kesempatan saya sudah katakan bahwa yang paling mendasar dan diperlukan ialah “adanya standar profesi yang single”. Standar profesi itu terdiri dari seleksi, pengawasan dan penindakan advokat. Konkritnya adanya PKPA, UPA, Magang dan Pengawasan serta Etika yang standar dan tunggal. Bagaimanakah susunan pelaksanaannya bisa berbagai macam pilihan tanpa harus dalam satu wadah yang tunggal. Perlu diingat kewenangan yang monopolistik pasti akan koruptif. Salah satu issue yang mengemuka dewasa ini memang adanya pengurus OA yang koruptif.
Secara individual sinisme terhadap advokat individual terus berkembang. Kebanggaan sebagai advokat agaknya semakin menurun seiring dengan persepsi masyarakat yang semakin rendah terhadap profesi advokat.
Advokat sebagai ambulance chasing lawyer agaknya sudah menjadi kenyataan di Indonesia. Pertumbuhan advokat yang sangat tajam telah membawa ke arah persaingan tidak sehat karena tidak mengindahkan rambu-rambu dalam KEAI ketika menjalankan tugasnya sebagai advokat. Dengan kata lain, predikat advokat adalah nobile officium menjadi pertanyaan besar. Padahal advokat sebagai penegak hukum gradasinya masih di bawah predikat advokat sebagai nobile officium. Sebagai penegak hukum saja masih pertanyaan.
Ini semua permasalahan kita dan harus dijawab dengan kerja yang konkrit oleh kita semua: DPN, DPC dan advokat secara individual. Oleh karena itu marilah kita susun program kerja, laksanakanlah program kerja itu seminimal apapun itu. Program itu akan jadi langkah kita bersama menuju Peradi sebagai rumah bersama; dengan substansinya memastikan bahwa advokat adalah penegak hukum dengan predikat nobile officium.
3. Apa yang Dikehandaki UU
Advokat dan AD/ART Kita Lakukan
Sebelum menjawab permasalahan diuraikan di atas kiranya perlu diketahui terlebih dahulu apakah sesungguhnya tujuan dari OA itu. Menurut UU Advokat ialah “…untuk meningkatkan kualitas profesi advokat” (vide ps 28 UU Advokat). Frasa “kualitas advokat” menunjuk suatu keadaan yang open-ended, karena dengan kata sifat bukan kata benda; jadi tergantung apa yang akan kita isi di dalamnya. Dan tujuan ini tentu saja tidak boleh dilepaskan dari tujuan yang besar yaitu tujuan bernegara hukum sebagaimana yang sudah diatur dalam konstitusi dan berbagai perundang-undangan. Tinggal pertanyaannya, apa dan bagaimanakah kita mencapai tujuan itu ? Maka ditentukan ada 6 butir dalam pasal 29 UU Advokat hal-hal yang harus dilakukan sebagai berikut :
(1) Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi Advokat bagi para anggotanya.
(2) Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
(3) Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(4) Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/atau perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(5) Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban menerima calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g.
(6) Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan pembimbingan, pelatihan dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang melakukan magang.
Kemudian dalam pasal 6 AD PERADI dijabarkan lagi tentang hal-hal diuraikan di atas lebih jauh sebagai berikut :
OA dalam meningkatkan kualitas profesi Advokat dilakukan dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan, termasuk pendidikan dan pelatihan, yang bertujuan menunjang :
a. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum dalam rangka penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia;
b. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya di bidang konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, dalam rangka pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional, khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
4. Sekarang Apa Jawaban Kita Atas Apa yang Dikehendaki UU Advokat dan AD Yang Harus Kita Lakukan.
Dalam rangka mencapai tujuan-tujuan di atas maka jawaban kita ialah harus melakukan kegiatan-kegiatan. Kita di sini baik DPN, DPD, DPC dan para advokat secara keseluruhan. Sebagaimana dalam berbagai kesempatan telah disampaikan bahwa DPN menjalankan kewenangannya tidak sentralistis dan mengkonsentrasikan semua kegiatan di dan oleh DPN. DPC harus berperan lebih besar dan terdepan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan OA itu, kecuali memang kegiatan yang harus dilakukan DPN sendiri karena tidak dapat didelegasikan.
Kegiatan apa yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan dan bagaimana melakukannya?
Kegiatan yang harus dilakukan selain kegiatan rutin seperti PKPA, UPA, Magang dan pelantikan serta penyumpahan advokat di Pengadilan Tinggi perlu diadakan kegiatan untuk membicarakan dan merumuskan tentang konsep single bar dan multi bar yang seperti apa dalam “susunan OA” nantinya.
Bagaimana menghindari advokat menjadi ambulance chase lawyer dan terhindar dari hedonisme. Sumbangan apa yang harus dilakukan dalam membangun negara hukum Indonesia. Dan bagaimana melaksanakan program itu secara efektif. Paling tidak satu mata program saja dari bidang-bidang yang ada dalam struktur organisasi kita DPN, DPD, DPC kalau dikerjakan dalam setahun pasti sudah luar biasa dampaknya. Apakah kegiatan itu konkritnya, itulah yang perlu dijawab dalam Rakernas ini. Misalnya ada usul bagaimana bidang sosial budaya melakukan program pada setiap hari raya Idul Adha Peradi bisa memberikan kurban. Karena itu dalam program bidang sosial budaya mengumpulkan dana dari semua anggota dengan membuka rekening menampung sumbangan dari setiap anggota yang terpanggil tanpa membedakan agamanya. Program ini sangat konstitusional yakni Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”. Kita berbeda secara suku, agama, dlsb tetapi tetap satu yaitu bangsa Indonesia. Sekali lagi, itulah beberapa hal yang aktual yang perlu dan harus dibicarakan dalam Rakernas kita kali ini. Oleh karena itu waktu, pikiran dan pengalaman-pengalaman yang baik perlu dikonsentrasikan supaya dapat merumuskan sesuatu yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat itu.
Dengan kegiatan-kegiatan itu nantinya kita dengan sendirinya telah berperan baik dan sekaligus OA akan dimampukan untuk dapat memberi kontribusi pada kehidupan hukum yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Apakah nantinya sebagai sumber atau nara sumber untuk berbagai issue yang sedang berkembang termasuk pengisian jabatan-jabatan hukum, kepanitiaan ad hoc dan dalam penyusunan RUU KUHAP, KUHP, dlsb yang saat ini memang sedang dibahas. Khusus mengenai RUU KUHAP perlu perhatian kita lebih karena di sana akan dibangun suatu sistem yang mereposisi setiap sub-sistem penegakan hukum termasuk advokat.
Akhirnya, dengan semua kegiatan itu bila dilaksanakan maka OA nantinya telah dapat mengisi status advokat sungguh-sungguh sebagai penegak hukum yang nobile sejajar dengan penegak hukum yang lain. Jadi sebagai penegak hukum tidak melulu tertuju pada kewenangan semata tetapi juga tertuju pada partisipasinya dalam kehidupan hukum di Indonesia selain kegiatan-kegiatan sebagai advokat secara individual. (admin)
Bumi Citeko, Cisarua- Bogor
24 September 2016
-
Berita Populer3 weeks ago
Hanif Faisol Minta Laboratorium Kementerian LH/BPLH Harus Terintegrasi Dan Tersebar
-
Featured3 weeks ago
Menteri LH Hanif Faisol Bakal Stop Impor Sampah Plastik, Importir Bandel Akan Ditindak Tegas
-
Entertainment1 week ago
Promo KTP Diperpanjang, Masuk The Jungle Hanya 50 Ribuan
-
Editorial3 weeks ago
Pastikan Ujicoba Jalur Pipa Bogor Barat Berjalan Mulus, Direksi Tirta Pakuan Cek Debit dan Tekanan Air
Login dulu untuk mengirim komen Login