Featured
Alami Deviasi Negatif, Bima Arya Ancam Black List Kontraktor Proyek Jembatan Warung Pala
KOTA BOGOR – Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto geram dengan pengerjaan jembatan Gang Warung Pala, RT 04/02, Kelurahan Muarasari, Kecamatan Bogor Selatan yang mengalami deviasi negatif diatas 10 persen.
Bima juga menyebutkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Bogor telah melayangkan Surat Peringatan (SP) kedua kepada pihak kontraktor yakni CV. Maisarakaryaindo.
Dengan Demikian, Kata Bima akan ada persoalan hukum jika pembangunan jembatan tersebut tidak selesai.
“Menurut saya ini bermasalah sekali, terlalu jauh deviasinya. Pasti ada persoalan hukum disini kalau tidak selesai dan kami akan diblacklist. Kami akan peringatkan untuk mengawasi agar mereka melakukan pekerjaan sesuai target,” ucap Bima, Senin (14/8/2023).
Bima berjanji akan mengecek langsung proyek bermasalah itu, sebab harusnya pekerjaan jembatan itu tuntas selama 120 hari kalender.
“Nanti akan ditinjau, dicek khusus oleh saya,” katanya.
Sementara itu, Kepala DPUPR Kota Bogor, Rena Da Frina menuturkan, proyek pembangunan jembatan di Kelurahan Muarasari, Kecamatan Bogor Selatan itu mengalami keterlambatan, bahkan proyek tersebut mengalami deviasi negatif diatas 10 persen.
Untuk itu, pihaknya telah melayangkan teguran SP2 kepada pelaksan proyek jembatan tersebut.
“Sudah teguran pertama awalnya, Muara Sari lambat dan deviasinya sudah diatas 10 persen negatif. Alasan keterlambatan pekerjaan, ada masalah di internal mereka hingga faktor hujan. Saya tidak terima kalau alasanya hujan, harusnya ketika kalian mengambil proyek di Kota Bogor sudah tahu dan memprediksi, itunganya sudah jelas, kalau di Kota Bogor kota hujan,” tegas Rena.
Rena meminta kepada pelaksana proyek agar melakukan akselerasi dan meminta untuk mengganti metode pengerjaan.
“Karena batas waktunya sampai Agustus, kami buat kaya mini schedule, untuk percepatan selama dua minggu kedepan, kalau gak keburu harus buat deviasi lebih kecil dari negatif 10. Jika deviasi masih diatas negatif 10 persen setelah dilayangkan SP2, ya putus kontrak,” tujarnya.
Menurut Rena, langkah putus kontrak merupakan opsi terakhir karena dianggap kemungkinan terburuk yang harus diambil Dinas PUPR.
“Kalau memang bisa push mereka (kami berikan kesempatan), karena kalau putus kontrak sakit semuanya, warga juga susah, akses juga jadi tertunda, kita gak mau kaya gitu. Kami mau kasih efek jera agar tak main-main dalam proyek ini, mau berapapun besaran proyek itu tanggungjawabnya sama yakni kepentingan untuk warga,” jelasnya. (dit)
-
Berita Populer3 weeks ago
Hanif Faisol Minta Laboratorium Kementerian LH/BPLH Harus Terintegrasi Dan Tersebar
-
Featured3 weeks ago
Menteri LH Hanif Faisol Bakal Stop Impor Sampah Plastik, Importir Bandel Akan Ditindak Tegas
-
Editorial3 weeks ago
Pastikan Ujicoba Jalur Pipa Bogor Barat Berjalan Mulus, Direksi Tirta Pakuan Cek Debit dan Tekanan Air
-
Entertainment1 week ago
Promo KTP Diperpanjang, Masuk The Jungle Hanya 50 Ribuan