Featured
Pakar Teknologi Pangan IPB : Issue Beras Plastik Adalah Hoax
BOGOR – Pakar Teknologi Pangan IPB University, Prof Slamet Budijanto mengungkapkan issue beras plastik yang sedang ramai diperbincanhkan adalah hoaks.
Menurutnya, beras plastik yang sedang viral itu sangat tidak masuk akal.
“Sebagai peneliti, saya bisa memastikan bahwa yang diklaim sebagai beras plastik itu hoaks. Itu adalah butiran atau biji plastik, bukan beras,” kata Prof Slamet pada Jumat (13/10/2023).
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University itu menegaskan, semestinya istilah beras plastik itu tidak ada. Yang selama ini ada adalah biji plastik, bentuknya bisa bermacam-macam, termasuk bisa menyerupai beras.
“Yang viral itu sebenarnya biji plastik, tapi dikasih nama beras plastik. Jadi itu bukan beras,” tegasnya.
Kalaupun ada yang membuat produk beras dari plastik, lanjut Prof Slamet hal itu tidak masuk akal. Sebab, untuk membuat biji plastik membutuhkan biaya produksi yang jauh lebih mahal dari harga jual beras saat ini.
Bahkan, kata Prof Slamet harga satu kilogram biji plastik dari hasil daur ulang (recycle) saja sudah mencapai Rp20 ribu. Lebih mahal dibanding beras premium sekalipun yang saat ini kisaran harganya Rp15 ribu
“Bayangkan, beras premium saja paling Rp12 ribu sampai Rp15 ribu Kalau hasil plastik recycle itu kemudian dibentuk seperti beras, kalau mau untung, mau dijual berapa? Ini jelas tidak masuk akal, jelasnya.
Pada beberapa kasus, dalam pembuatan beras analog menggunakan gliceryn monostearat (GMS) yang merupakan produk turunan sawit. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai ‘plasticizer’ yang berfungsi supaya tidak lengket dan lebih kompak produk beras analognya.
“Bisa jadi istilah ini yang disalahartikan sebagai plastik. Jika iya, persepsi yang salah ini harus diluruskan,” ujarnya.
Ia berpesan, kejadian seperti ini bisa menjadi pelajaran agar masyarakat lebih teliti dan kritis menanggapi suatu isu. Terlebih di era banjir informasi seperti sekarang, berpikir kritis merupakan modal penting dalam memilah benar tidaknya sebuah berita.
“Jadi, di era keterbukaan informasi ini, knowledge kita harus dikuatkan, sehingga kalau ada isu semacam ini, kita tidak termakan berita hoaks. Tanpa pengetahuan yang cukup, kita tidak akan bisa memfilter mana informasi yang benar dan mana yang salah, masuk akal atau tidak. Karena itu berpikir kritis menjadi penting,” ucap Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB University ini.(dit)
-
Berita Populer4 weeks ago
Hanif Faisol Minta Laboratorium Kementerian LH/BPLH Harus Terintegrasi Dan Tersebar
-
Featured4 weeks ago
Menteri LH Hanif Faisol Bakal Stop Impor Sampah Plastik, Importir Bandel Akan Ditindak Tegas
-
Editorial3 weeks ago
Pastikan Ujicoba Jalur Pipa Bogor Barat Berjalan Mulus, Direksi Tirta Pakuan Cek Debit dan Tekanan Air
-
Entertainment2 weeks ago
Promo KTP Diperpanjang, Masuk The Jungle Hanya 50 Ribuan