Berita Populer
Koruptor Tidak Dipidana, Wibawa Pemerintah Akan Hancur
[bogor-engingengnews] Rencana Pemerintah yang sedang mengkaji kebijakan untuk tidak memenjarakan terpidana korupsi, hal ini jika diimplementasikan berdampak pada runtuhnya wibawa Pemerintah sebagai Negara Hukum, hal ini ditegaskan oleh Ketua Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso.
Rencana kebijakan tersebut sebagaimana disampaikan oleh Jend. TNI. Purn. Luhut Binsar Panjaitan saat masih menjabat sebagai Menko-Polhukam (kini Menko-Maritim) pada pokoknya menyatakan “Kami sedang mengkaji ini, sebab, kalau (koruptor) dipenjara pun, tidak memberikan efek jera. Selain itu, bangunan penjara sudah tidak mampu lagi menampung karena jumlah narapidana kian bertambah.”
Sebelum kajian ini disampaikan oleh Pemerintah, Presiden Joko Wiodo telah mengumpulkan seluruh Kapolda & Kajati dengan memberikan pengarahan pada 19 Juli di Istana Negara Jakarta dan mengingatkan kembali 5 (lima) instruksinya yang sudah disampaikan di Istana Bogor (Agustus 2015); Pertama, kebijakan diskresi tak bisa dipidanakan. Kedua, tindakan administrasi pemerintahan juga tak bisa dipidanakan. Ketiga,potensi kerugian negara yang dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan masih diberi peluang selama 60 hari untuk dibuktikan kebenarannya. Keempat, potensi kerugian negara juga harus konkret, tak mengada-ada. Kelima, kasus yang berjalan di kepolisan dan kejaksaan tak boleh diekspos ke media secara berlebihan sebelum masuk ke tahap penuntutan.
Menyikapi hal ini, Sekretaris Jendral Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sugeng Teguh Santoso, S.H., yang juga sebagai Ketua Yayasan Satu Keadilan berpendapat, upaya kajian Pemerintah tersebut bertentangan dan tidak sejalan dengan prinsip dasar negara Indonesia sebagai negara hukum. Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat Tahun 2002 Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” dengan demikian penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus dihukum demi menjamin kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sekjend PERADI LMPP ini juga menegaskan, bahwa semangat pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah mandat dari reformasi 1998 yang telah dituangkan dalam kebijakan negara melalui TAP MPR No XI/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), TAP MPR VIII/2001 tentang arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan KKN, yang diperkuat dengan UU tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, UU Komisi Pemberantasan Korupsi & UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Bahkan jika Koruptor tidak dipidanakan, maka Pemerintah telah mengingkari upaya Masyarakat Internasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi: 2003 United Nations Convention Against Corruption yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia melui UU No 7 Tahun 2006.
“Kajian harusnya diarahkan kepada bentuk-bentuk pencegahan korupsi misalnya dengan membangun sistem politik etik yang sehat dengan mendorong peran Parpol dalam memilih calon/kandidat Kepala Daerah yang berintegritas sehingga ketika terpilih sebagai Gubernur/Bupati/Walikota dan wakilnya bisa menjalankan amanat Pemerintahan dengan penuh integritas,” tandasnya. (boy/001)
-
Berita Populer3 weeks ago
Hanif Faisol Minta Laboratorium Kementerian LH/BPLH Harus Terintegrasi Dan Tersebar
-
Featured3 weeks ago
Menteri LH Hanif Faisol Bakal Stop Impor Sampah Plastik, Importir Bandel Akan Ditindak Tegas
-
Editorial3 weeks ago
Pastikan Ujicoba Jalur Pipa Bogor Barat Berjalan Mulus, Direksi Tirta Pakuan Cek Debit dan Tekanan Air
-
Entertainment1 week ago
Promo KTP Diperpanjang, Masuk The Jungle Hanya 50 Ribuan
Login dulu untuk mengirim komen Login